A.
Penyakit Kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh.
(Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian/ kondisi terminal.
Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal yang dilakukan
tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih
dan Karbina, 2009).
Jadi penyakit kronis yaitu penyakit yang terjadi pada seseorang dalam waktu lama akan membuat orang tersebut
menjadi tidak mampu melakukan sesuatu seperti biasanya.
B.
Penyakit Terminal
Kondisi Terminal adalah: Suatu
proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses
penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito
,1995 )
Pasien Terminal adalah : Pasien–pasien yang dirawat, yang sudah jelas
bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M.
Stevens, dkk ,hal 282, 1999 )
Bisa
dikatakan Penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit kronik/ penyakit akut
yang sifatnya tidak bisa disembuhkan dan mengarah pada kematian.
Pasien terminal illness adalah
pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai
stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan
lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan perawatan
paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi
untuk menyembuhkan.
Jadi fungsi perawatan paliatif pada
pasien terminal illnes adalah mengendalikan nyeri yang dirasakan serta
keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi, sosial dan spiritual.
Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah
orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat
disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian.
Jenis-Jenis
Penyakit Kronik dan Terminal Pada Anak
·
Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis
·
HIV/AIDS
·
Malaria
·
Diare
·
Tuberkulosis
·
Campak
·
Tetanus
·
Infeksi Selaput Otak (Meningitis)
·
Difteri
·
Penyakit Kanker
·
Akibat Kecelakaan Fatal
2.3 Kriteria Penyakit Kronik dan Terminal
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan
bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
·
Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama
semakin bertambah parah. Contoh penyakit kanker, Jantung.
·
Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit,
maka penyakit tersebut akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes
mellitus.
·
Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul
sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit Tuberkolosis.
Sedangkan kriteria penyakit terminal yaitu:
·
Penyakit sudah tidak dapat disembuhkan
·
Mengarah pada kematian
·
Diagnosa medis sudah jelas
·
Tidak ada obat untuk menyembuhkan
·
Prognosis jelek dan bersifat progresif.
2.4
Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik dan Terminal
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih
dan kartina, 2009)
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan
kesehatan dapat berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan
tidak realistic, aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan
kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat
kekanak-kanakan, ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati
sehari-hari bersama keluarga kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai
akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ
tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari
kehilangan fungsi mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak
dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa
dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan
mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
2.5 Tahapan Penerimaan Terhadap Penyakit
Kronik dan Terminal
- Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis
yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009),
yaitu:
·
Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat
(menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat)
dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan
memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini
belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada
efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
·
Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu
yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan
yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi
padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri
yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri.
Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada
individu dengan penyakit kanker.
·
Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan
penyakit jantung mengalami depresi.
Sedangkan untuk
Tahapan Kondisi terminal yaitu:
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999)
merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada kematian. Kelima tahap
tersebut antara lain:
1. Denial
(penyangkalan)
Respon dimana
klien tidak percaya atau
menolak terhadap apa yang dihadapi atau yang sedang terjadi. Dan
tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Ini memungkinkan bagi
pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif
secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi
pertama ketika seseorang didiagnosis menderita terminal illness. Sebagian besar
orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan
adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan
hal tersebut merupakan hal yang normal dan berarti.
2. Anger (Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase
denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami
oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang
secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi
karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi
umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan
hubungan.
Pasien yang menderita terminal
illness akan mempertanyakan keadaan dirinya, mengapa ia yang menderita penyakit
dan akan meninggal. Pasien yang marah akan melampiaskan kebenciannya pada
orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf rumah
sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui
teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan
kebenciannya melalui candaan tentang kematian, mentertawakan penampilan atau
keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang menyenangkan yang belum sempat
dilakukannya sebelum ia meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu
respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja
sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada
mereka tapi pada nasibnya.
3. Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar
menawar dengan tuhan agar terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa
dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar
menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap
ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai strategi seperti
menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau tingkah
laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang
melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.
4. Depresi
Tahap keempat dalam model
Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien kehilangan kontrolnya. Pasien
akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk
makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau
ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan (past
loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal
merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan
siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai
masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan menangisi kematiannya sendiri.
Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika pasien berada dalam
masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan kemudian mulai
mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan.
5. Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu
lemah untuk merasa marah dan memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan
waktunya untuk membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan
selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga.
Pada tahap
menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang bersangkutan mulai
kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan
kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.
2.6 Adaptasi Dengan Terminal Illnes
Bagaimana
cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya
dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
·
Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan
baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian
adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya
bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi
orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari
realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau
“berada di surga” atau hanya tidur.
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran
mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka
sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak
bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama
orang yang memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga
sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya
mengetahui sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat
mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak
mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya,
sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang
hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan
hubungan yang saling mempercayai dengan orang tuanya.
·
Remaja atau Dewasa muda
Walaupun
remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi,
mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal
illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan
merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak
adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada
saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita terminal
illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa
bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat
anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa
muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal
illness.
·
Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian
membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian
ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati
karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang
dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk
menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa
mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu
kesulitan beradaptasi dengan terminal illness.
2.7 Menjelaskan
Kematian Pada Anak
·
Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata
jujur merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak.
·
Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan
dasar tingkat kematangan anak dalam mengartikan kematian.
·
Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian sebagai:
kematian adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak
lagi,dan tidak bisa berjalan seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti
orang sebelum mati/ meninggal.
·
Kebanyakan anak-anak (anak yang menderita penyakit
terminal) membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di
tinggalkan.
·
Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife
dan simpati, mendukunng apa yang anak rasakan.
2.8 Kebutuhan
Anak Yang Terminal
·
Komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu di
ajak unuk berkomunikasi atau berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua
orang tua karena dengan orang tua mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak
merasa bahhwa ia tidak sendiri dan ia merasa ditemani.
·
Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam
menghadapi penyakit tersebut.
·
Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara
kandung mau ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
·
Social support meningkatkan koping
2.9 Asuhan
Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak yang Mengalami penyakit Terminal
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada
anak yang mengalami penyakit terminal adalah ”PALLIATIVE CARE” tujuan perawatan
paliatif ini adalah guna untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan kematian
minimal mendekati normal, diupanyakan dengan perawatan yang baik hingga pada
akhirnya menuju pada kematian
PALLIATIFE CARE
· Menambah
kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
· Perawatan
paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan kondisi
(kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau kesenangan hidup
anak.
· Mengontrol rasa
nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau spiritualnya dari anak
dalam kondisi terminal.
PRINSIP DARI
PERAWATAN PALLIATIVE CARE
· Menghormati
atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan keluarga pasien.
· Dukungan untuk
caregiver
· Palliateve care merupakan accses
yang competent dan compassionet
· Mengembangkan professional dan
social support untuk pediatric palliative care
· Melanjutkan serta mengembangkan
pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan
A PALLIATIVE CARE PLANE (RENCANA
ASUHAN PERAWATAN PALLIATIVE)
· Melibatkan seorang partnership
antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru, staff sekolah dan petugas
keseatan yang professional
· Suport phisik, emosinal, pycososial,
dan spiritual khususnya
· Melibatkan anak pada self care
· Anak memerlukan atau membutuhkan
gambaran dan kondisi (kondisi penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan
sesuai
· Menyediakan diagnostic atau
kebutuhan intervensi terapeutik guna memperhatikan/memikirkan konteks tujuan
dan pengaharapan dari anak dan keluarga.
2.10 Askep Anak
Sakit Terminal Atau Menjelang Ajal
A.
PENGKAJIAN
Lakukan pengkajian fisik Dapatkan
riwayat kesehatan tentang penyakit terminal dan terapinya Kaji konsep anak
tentang diri sendiri, proses yang terjadi pada lima tahap berikut dimana anak
memerlukan informasi tentang situasinya sendiri
Tahap 1 : Penyakit adalah sakit serius
Tahap 2 : Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan
Tahap 3 : Pemahaman tentang tujuan dan
implikasi prosedur khusus. Rasa sejahtera mulai menghilang dan menerima diri
sebagai anak yang berbeda dari anak lain.
Tahap 4 : Penyakit dipandang sebagai kondisi
permanen. Perasaan selalu menjadi orang sakit yang tidak pernah
menjadi lebih baik.
Tahap 5 : Kesadaran bahwa hanya terdapat
pengobatan dalam jumlah Terbatas. Kesadaran tentang prognosis fatal.
Observasi
tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.
-Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah,
berlanjut ke tubuh bagian atas.
-Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
-Kehilangan indera
-Sensasi taktil menurun
-Sensasi terhadap sinar
-Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
-Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
-Kelemahan otot
-Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
-Penurunan nafsu makan/ haus
-Kesulitan menelan
-Perubahan pola napas
-Pernapasan cheyne–stokes“ Death rattle (bunyi dada
bising karena akumulasi sekresi paru dan faring) Nadi lemah dan lambat,
penurunan tekanan darah
-Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian Observasi
adanya manifestasi reaksi berduka yang normal pada anggota keluarga
-Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan
ketersediaan sumber.
-Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada
anak yang menjelang ajal
-Waspadai perasaan sendiri
-Identifikasi strategi koping
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
penyakit terminal dan ancaman kematian
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan, tidak tertarik pada makanan.
3.
Takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan
prognosis
4.
Berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak
C. INTERVENSI
1.
Keterbatasan aktivitas :
-mengurangi ketidakmampuan
-mempertahankan fungsi sosial
-mempertahankan sikap tubuh yang baik
-mempertahankan kebebasan gerak sendi
dan kekakuan
-istirahat dan aktifitas yang cermat
-mempertahankan daya tahan fisik dan
ADL
2.
Peningkatan perawatan diri:
Terutama untuk kebutuhan fisik
(mandi,toileting,berpakaian)
3.
Pertimbangan psikososial
-kepekaan perasaaan,pendengaran
-hubungan yang haarmonis, perhatian
4.
Membantu klien dalam penyesuaian diri.
PEDOMAN UNTUK MENDUKUNG KELUARGA BERDUKA UMUM
Tinggal dengan keluarga ; duduk
dengan tenang bila mereka tidak ingin bicara Terima reaksi berduka
keluarga ; hindari pernyataan menghakimi (mis “Anda harus merasa baik
sekarang”). Hindari
pernyataan yang dibuat-buat (mis ; “Saya tahu apa yang anda rasakan” atau “anda
masih cukup muda untuk mempunyai bayi lagi”). Hadapi secara terbuka
perasaan-perasaan seperti rasa bersalah, marah dan kehilangan harga diri. Fokuskan perasaan dengan menggunakan
kata-kata berperasaan dalam pernyataan (mis :”Anda masih merasakan semua
kepedihan karena kehilangan anak)
PADA SAAT KEMATIAN
Yakinkan keluarga bahwa segala
sesuatu mungkin sedang dilakukan untuk anak, bila mereka menginginkan
intervensi penyelamatan hidup. Lakukan apa saja yang mungkin dilakukan untuk menjamin
kenyamanan anak, khususnya penghilangan nyeri. Beri kesempatan pada anak dan
keluarga untuk meninjau ulang pengalaman khusus atau memori dalam kehidupan
mereka.
-Ekspresikan perasaan pribadi tentang
kehilangan dan/ atau frustasi (mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “
Kami sudah mencoba segala sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat
menyelamatkannya”) Berikan informasi yang diminta keluarga dan bersikap jujur.
-Hargai kebutuhan emosional anggota
keluarga seperti saudara kandung, yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari
anak yang menjelang ajal
-Buat setiap upaya untuk mengatur
anggota keluarga khususnya orang tua untuk bersama anak pada saat kematian,
bila mereka menginginkannya.
-Dorong kelurga untuk bicara dengan
anak bahkan bila ia tampak koma
-Bantu keluarga mengidentifikasi dan
menghubungi kerabat, teman atau individu pendukung lain.
-Hargai keyakinan religius dan budaya
seperti upacara khusus atau ritual
-Atur untuk dukungan spiritual, seperti
rohaniawan, beri dukungan spiritual sesuai permintaan anak atau keluarganya.
SIMTOMATOLOGI BERDUKA NORMAL
·
Sensasi distres somatic
·
Perasaan sesak di tenggorok
·
Tersedak, dengan napas pendek
·
Kecenderungan nyata untuk napas pendek
·
Perasaan kosong dalam abdomen
Distres
subyektif terus-menerus yang digambarkan sebagai tegangan atau sakit mental
·
Preokupasi dengan bayangan kematian
·
Mendengar, melihat atau membayangkan kehadiran individu yang
sudah meninggal
·
Sedikit rasa tidak nyata
·
Perasaan jarak emosi dari orang lain
·
Dapat meyakini bahwa ia mendekati kegilaan
·
Perasaan bersalah
·
Mencari bukti kegagalan dalam mencegah kematian
·
Mendakwa diri sendiri tentang pengabaian atau kelalaian
minor yang berlebihan
·
Perasaan bermusuhan
·
Kehilangan kehangatan terhadap orang lain
·
Kecenderungan untuk peka rangsang dan marah
·
Mengharapkan untuk tidak diganggu oleh teman dan kerabat
·
Kehilangan pola berhubungan yang umum,Gelisah, tidak dapat
duduk diam, gerakan tanpa tujuan.Terus menerus mencari seuatu untuk dilakukan
atau apa yang ia pikir harus lakukan .Kurang kapasitas untuk memulai atau
mempertahankan pola aktivitas yang teratur.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit
yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun,bertambah
berat,menetap,dan sering kambuh, sedangkan penyakit terminal merupakan penyakit
progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti
penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan
untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up
(menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini
mengarah kearah kematian.
Maka adanya saling keterkaitan antara penyakit kronik
dan terminal. Singkatnya yaitu penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit
kronik.
Kita sebagai
perawat pediatric harus tahu perbedaan anak dengan kondisi kronik atau
terminal. Penanganan untuk keduanya ada keterkaitan misalnya untuk asuhan
keperawatan anak dengan penyakit kronik dan Terminal yaitu dengan palliative
care dimana perawatan paliatif ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup anak dengan kematian minimal mendekati normal, diupayakan dengan
perawatan yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian.
3.2 Saran
Setelah membuat kesimpulan dari seluruh
pembahasan kami hendak menyampaikan beberapa saran, yaitu :
- Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan penyakit kronik dan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien.
- Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
- Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
- Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.
0 komentar:
Posting Komentar